Perludem: Jika Presidential Threshold Tinggi Maka Koalisi Tidak Akan Berjalan Alamiah Dan Tidak Ada Kesamaan Ideologi
Jakarta - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Mahardhika
berpendapat, potensi transaksional dalam pembentukan koalisi partai
politik akan semakin besar jika presidential threshold semakin tinggi.
Koalisi juga berjalan tidak alamiah dan tidak berdasarkan kesamaan
ideologi.
"Makin besar syarat raihan kursi untuk pencalonan, maka potensi
transaksional dalam pembentukan koalisi juga makin besar. Partai dipaksa
berkoalisi hanya untuk memenuhi aturan. Koalisinya berjalan tidak
alamiah, tidak berdasarkan kesamaan ideologi,"katanya, Rabu (16/12).
Menurutnya, desain pemilu Indonesia adalah serentak antara pemilu
legislatif dengan pemilu eksekutif atau pilpres. Maka, presidential
threshold tidak relevan lagi dalam desain keserentakan ini.
"Dalam sistem presidensial justru tidak dikenal syarat raihan kursi
untuk pencalonan presiden. Kita bisa lihat negara-negara presidensial
seperti Amerika, Brasil, dan negara-negara amerika latin. Tidak dikenal
presidensial threshold,"tuturnya.
Dia menambahkan, syarat pencalonan presiden ini tidak sesuai dengan
desain pemilu serentak. Sebab, perolehan suara yang menjadi dasar
perhitungan adalah suara pemilu sebelumnya. Dasar itu tidak relevan
untuk menghitung kursi parlemen kepada calon presiden.
"Kalau menggunakan perolehan suara atau raihan kursi dari pemilu sebelumnya, tentu tidak relevan angka itu. Hasil Pemilu 2019 sudah tidak relevan untuk pencalonan 2024 karena sangat mungkin raihan kursi itu berubah di 2024,"ucapnya.
Dia melanjutkan, penerapan syarat marginal kursi pencalonan presiden ini juga mempersempit kesempatan kepada semua partai politik peserta pemilu untuk mengajukan pasangan calon presiden.
Sehingga publik tidak disediakan pilihan yang beragam. Sebelumnya, Politisi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menilai, presidential threshold penting diterapkan agar sistem presidensial kuat.
Bahkan, ia ingin presidential threshold sebesar 30 persen dan parliamentary threshold 10 persen." Yang ideal, sesuai rumus umum di negara-negara sistem presidential threshold 10 persen, dan parliamentary threshold 30 persen, agar sistem presidential berjalan seiring dengan multi-partai sederhana,"katanya lewat keterangannya, Rabu(15/12).
Menurutnya, PDIP
ingin memperkuat sistem presidential bukan sistem parlementer. Atas
dasar itu capres harus mendapat dukungan cukup dari parpol
di parlemen. "Sistem presidential itu hanya cocok untuk sistem multi
partai sederhana, antara 2-5 partai. Di Indonesia jumlah partai masih
terlalu banyak. Konsolidasi melalui parliamentary threshold belum berhasil merampingkan jumlah
partai, "tuturnya.
Hendrawan berkata, presidential threshold adalah jalan tengah agar ketegangan antara sistem presidential dan multi partai dapat diharmonisasi atau disinergikan."Kalau tidak, kita tergelincir dalam sistem parlementer,"ujar anggota DPR RI ini.
Komentar
Posting Komentar